Bulan Imunisasi Anak Sekolah

Dalam rangka meningkatkan kekebalan anak sekolah terhadap penyakit Campak, Difteri, dan Tetanus, Puskemas-Puskesmas Tingkat Kecamatan melaksanakan program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) Tahun 2016.
 
Puskesmas Depok II telah melaksanakan imunisasi Campak bagi anak Sekolah Dasar sebanyak 98,16%. Memang ada beberapa anak sekolah yang tidak berhasil diimunisasi dengan beberapa alasan. Ada alasan karena sakit (3 anak), alasan agama (5 anak), alasan lain (2 anak), dan alasan karena tidak masuk sekolah (9 anak). 

Eko Mardiono, S.Ag., MSI., Kepala KUA Kecamatan Depok, menyoroti tentang tidak dibolehkannya anak diimunisasi dengan alasan agama oleh orang tua anak.
 
Padahal sebenarnya sudah ada Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menfatwakan bahwa: (1) Imunisasi dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiyar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
 
(2) Vaksin imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci; dan (3) Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.

MUI juga menfatwakan bahwa imunisasi dengan vaksi yang haram dan/atau najis dibolehkan dalam kondisi: (1) al-dlarurat atau hajat; (2) belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, dan (3) adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal. 

Bahkan MUI juga menfatwakan, bahwa dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecatatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib. 

Memang vaksin yang digunakan saat ini dalam proses pembuatannya masih bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi sebagai katalisator.
 
Namun pada akhirnyanya vaksin terbebas dari enzim tripsin tersebut. Vaksin yang ada sekarang ini pun telah melalui tahapan uji klinik dan mendapat izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 

Enzim tripsin dari babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman.
 
Kuman tersebut setelah dibiakkan, kemudian dilakukan fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin.

Selanjutnya dilakukan proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.
 
Pada hasil akhir proses vaksin sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung babi. Bahkan, antigen vaksin ini pun sama sekali tidak bersinggungan dengan babi, baik secara langsung maupun tidak. 

Dengan demikian, pandangan bahwa vaksin mengandung babi menjadi tidak relevan. Pandangan semacam itu timbul karena persepsi yang tidak tepat pada tahapan proses pembuatan vaksin.

Majelis Ulama Indonesia pun pernah mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin meningitis yang pada proses pembuatannya menggunakan katalisator dari enzim tripsin babi sampai ditemukannya vaksin menginitis yang dalam proses pembuatannya memang tidak bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi. 

Hal serupa terjadi pula pada proses pembuatan beberapa vaksin lain yang juga menggunakan tripsin babi sebagai katalisator proses. Tentunya sampai ditemukannya vaksin halal yang sama sekali tidak bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi. 

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi, apabila ada orang tua yang tidak membolehkan anaknya untuk diimunisasi oleh Petugas Kesehatan Pemerintah dengan alasan agama, maka hendaknya menjadikan fatwa MUI di atas sebagai referensi.

Melalui Fatwanya Nomor 04 Tahun 2016, MUI membolehkan imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis apabila kondisinya: (1) dlarurat (mendesak) atau al-hajat (urgen).
 
(2) belum ditemukan vaksin yang halal dan suci, dan (3) ada keterangan Tenaga Medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal. 

Menurut para ahli di bidangnya, misalnya dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K), bahwa kalaupun saat sekarang ini vaksin yang ada masih menggunakan enzim tripsin dari babi sebagai katalisator, tetapi hasil akhir proses vaksinnya sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung babi.
 
Antigen vaksinnya pun sama sekali tidak bersinggungan dengan babi, baik secara langsung maupun tidak.

Semua pihak supaya menjadikan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi sebagai referensi dan rujukan.

Sumber: Fatwa MUI No. 4 Th 2016 ttg Imunisasi .

0 comments:

Posting Komentar

 
Designed by: Newwpthemes.com | Bloggerized by Dhampire