Pada musim kemarau 2015 ini di negara Republik Indonesia telah terjadi kebakaran hutan yang begitu dahsyat.
Dari tahun ke tahun selalu terjadi kebakaran hutan. Pada tahun ini pun sampai terjadi bencana asap.
Sesungguhnya berbagai upaya telah dilakukan, baik pencegahan maupun penindakan. Lahiriyah maupun batiniyah.Shalat Istiaqa’
(shalat minta hujan kepada Tuhan) pun menjadi fenomena yang berkembang di
mana-mana.
Bahkan, pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2015 salah satu tujuannya
adalah membentuk pemuda yang peduli terhadap pelestarian lingkungan.
Persoalan bencana asap dan kebakaran hutan tentunya sangatlah kompleks. Oleh
karenanya, diperlukan penyelesaian secara komprehensif.
Salah satunya adalah dengan cara mencetak generasi pecinta dan pelestari
lingkungan hidup. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan.
Pertama: menanamkan
pemahaman spiritual keagamaan kepada generasi penerus bangsa tentang teologi
dan urgensi pelestarian lingkungan.
Pendekatan spiritual keagamaan ini tentu akan menemukan sinergitasnya mengingat
saat ini fenomena shalat Istisqa telah berkembang luas di kalangan
masyarakat.
Dalam hal penanaman spritual keagamaan perlu ditanamkan kepada khalayak bahwa keseimbangan kosmos di dunia sudah diatur oleh Allah SWT.
Manusia
diperintahkan untuk berbuat baik kepada semua makhluk dan dilarang berbuat
kerusakan di muka bumi.
Allah SWT memerintahkan, “Carilah kebahagianmu besok di akherat, tetapi
janganlah kamu melupakan nasibmu di dunia. Janganlah kamu berbuat kerusakan di
muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.S. al-Qashash: 77).
Allah SWT juga berfirman: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
setelah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
betul-betul orang yang beriman.” (Q.S. al-A’raf: 56).
Selain itu, tidak
kalah pentingnya perlu ditanamkan ke dalam lubuk hati umat beragama bahwa
berbuat kerusakan di muka bumi merupakan perbuatan kufur (ingkar) kepada Allah.
Allah SWT menegaskan: “Tidak ada yang Dia sesatkan selain orang-orang fasiq.
Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu
diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk
disambungkan, dan berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang
yang merugi.” (Q.S al-Baqarah: 26-27).
Kedua: menjadikan budaya
menanam pohon sebagai bagian tak terpisahkan dari peristiwa penting dalam
kehidupan umat manusia.
Ada tiga peristiwa penting dalam kehidupan umat manusia, yaitu lahir, menikah,
dan meninggal dunia.
Sejatinya nenek
moyang bangsa Indonesia telah mempunyai tradisi bahwa bila seseorang akan
melangsungkan pernikahan maka pengantinnya dianjurkan untuk menanam pohon.
Oleh karena itu, sangatlah urgen dan strategis program yang dikembangkan oleh
Kementerian Agama RI, dalam hal ini Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Sebuah Instansi
Pemerintah yang melayani pelaksanaan dan pencatatan nikah.
Kantor Urusan Agama Kecamatan melaksanakan program Menikah Menanam. Program
yang berdimensi pelestarian lingkngan ini dapat direalisasikan dengan
menjadikan bibit pohon sebagai: (1) maskawin perkawinan, (2) souvernir resepsi
perkawinan, atau (3) pohon monumental perkawinan.
Apabila dua hal di
atas dapat tertanamkan dan terealisasikan di kalangan umat manusia, maka
dambaan bangsa Indonesia untuk terhindar dari kebakaran hutan dan bencana asap
bukanlah sesuatu yang mustahil.
Setiap insan akan memahami dan menyakini bahwa merusak lingkungan hidup di muka
bumi merupakan larangan agama yang dianutnya dan merupakan perbuatan kufur
(ingkar) kepada Allah SWT.
Dengan demikian, setiap insan akan ikut berperan serta dalam menjaga
kelestarian lingkungan, yaitu dengan menanam bibit pohon saat mereka menjalani
peristiwa penting dalam kehidupannya, yakni saat melangsungkan pernikahan.
Sehingga dengan demikian akan tercipta generasi pelestari lingkungan hidup yang
akan selalu berusaha untuk menjaga negaranya dari kerusakan lingkungan dan
kebakaran hutan yang tak terkendali.
0 comments:
Posting Komentar